Picture
Sampah merupakan masalah klasik dan umumnya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama kumpul-angkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas dan tidak sustainable.

Pengelolaan sampah dengan cara kumpul-angkut-buang bukanlah solusi. Pengelolaan sampah dengan cara ini hanya memindahkan masalah dan bahkan mewariskannya kepada generasi penerus.

Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) menjadi konsep solusi yang akan dikembangkan oleh komunitas Hijau Bumiku.

Penghasil sampah terbesar berasal dari sampah rumah tangga. Oleh sebab itu sampah rumah tangga menjadi target utama. Lebih dari 65% dari total sampah rumah tangga adalah sampah organik. Melihat komposisi dari sumbernya maka sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dan sampah dapur yang cepat membusuk sehingga berpotensi sebagai penghasil kompos, metan dan energi.

Disiplin pemilahan sampah sejak dari rumah tangga menjadi salah satu kunci sukses. Oleh sebab itu sosialisasi untuk menumbuhkan disiplin perlu terus dilakukan hingga menjadi budaya di setiap keluarga.



Tahap pengelolaan sampah secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Pemilahan

Idealnya di setiap rumah tangga disediakan 3 tempat sampah yaitu untuk sampah organik, sampah plastik dan sampah logam/kaca. Bisa saja disederhanakan menjadi minimal 2 tempat sampah  yaitu untuk sampah organik dan anorganik.

2. Pengangkutan

Pengangkutan sampah dari setiap rumah tangga dilakukan secara terpisah. Artinya alat angkut sampah organik berbeda dengan alat angkut sampah anorganik. Teknis pengangkutan dapat digilir beda hari atau beda jam. Misalnya pagi mengangkut sampah organik, sedangkan sore atau hari berikutnya mengangkut sampah anorganik.

3. Pengolahan

  • Sampah anorganik dilakukan pemilahan antara sampah yang dapat didaur ulang dengan sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi. Untuk lebih praktisnya, sampah anorganik yang dapat didaur ulang dapat dijual ke pengepool untuk memasok industri daur ulang. Sedangkan sampah anorganik yang tidak memiliki nilai ekonomi dimusnahkan dengan incinerator atau diangkut ke landfill. Biasanya jenis sampah ini relatif sedikit yaitu kurang dari 10%.
  • Sampah organik diolah menjadi kompos. Instalasi pengolahan kompos dapat dibuat dengan skala kecil. Misalnya 1 instalasi melayani 1.000 rumah. Hal ini dimaksudkan agar lebih efisien karena lebih dekat dengan sumber penghasil sampah. Selain itu untuk menghindari sentralisasi agar tidak terjadi penumpukan.

Apabila konsep sederhana ini diterapkan dengan konsisten dan merata di semua wilayah maka tidak akan ada lagi masalah penumpukan sampah. Kemungkinan masalah berikutnya adalah penumpukan kompos hasil pengolahan sampah organik. Hal ini bisa terjadi apabila penyerapan pemakaian lebih sedikit dari produksi.

Untuk mengatasi masalah ini, komunitas “Hijau Bumiku” sudah merancang program sebagai solusi, yaitu hutanisasi. Hutanisasi menjadi multi solusi antara lain pendayagunaan kompos, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan penanggulangan pemanasan global. Untuk mencapai tujuan tersebut akan diterapkan konsep hutan rakyat.

Konsep ini dapat berjalan bila mendapatkan dukungan dari semua pihak
, termasuk Anda.
.